Just a Simple Training [finished]

Colloseum....
Bisa dikatakan ini adalah pertama kalinya Kira mengunjungi tempat ini. Cukup ramai... Penuh dengan sorakan-sorakan penonton yang menikmati pertarungan hidup da mati baik antar sesama manusia, maupun manusia dengan hewan-hewan buas.

Bodoh... pikirnya... Untuk apa mereka mempertaruhkan nyawa hanya demi kepingan-kepingan emas dan perak? Beruntung di Eternia penduduknya tidak akan mati untuk kedua kalinya, namun tetap saja bodoh... Kira duduk di salah satu bangsal penonton, memperhatikan seorang pria bertubuh besar dan kekar sedang bergelut dengan seekor naga. Kira hanya merasa kasihan dengan naga itu. Makhluk yang tidak berdosa..

Colloseum, jenis tempat di mana para petarungnya, atau para gladiator, mempertaruhkan nyawa dan harga diri mereka--atau tuan mereka--untuk mendapatkan nama dan uang.
Tentu saja, pertarungan seperti apapun akan jadi legal bila dibawa ke arena besar ini; tempat para bangsawan picik untuk menunjukan kekayaan mereka dengan menyewa gladiator yang kuat dan menyelesaikan konflik dengan jalan pintas.

Dan Catriel sama sekali tidak menyetujui konsep pertarungan semacam ini. Namun setidaknya, di End Earth, peraturan dan kebiasaan itu berubah banyak. Orang-orang kini datang ke Colloseum untuk mengadu kekuatan mereka atau hanya melihat pertarungan saja.

Berdiri sambil menyangga dagunya kepada pembatas balkoni di salah satu sudut Colloseum, Catriel, yang terpisah dari kerumunan yang berisik dari bangku penonton, memperhatikan pertarungan antara seorang petarung dengan seekor naga.

Jenis naga yang dibiakan untuk bertarung di Colloseum, pikirnya setelah melihat gelagat naga itu.

Pertarungan itu terus berlangsung secara imbang, dan Catriel hanya diam memperhatikan mereka dari balkoni sendirian, menanti sesuatu yang seru terjadi...

Spoiler:

Spoiler:

Cih...Memang dasar...orang-orang bodoh... Kira melepaskan tatapan merendahkan ke arah petarung tersebut. Itulah akibatnya bila mengusik ketenangan makhluk hidup. Pria bertubuh besar itu tergeletak tak sadarkan diri. Tubuhnya yang kekak terlihat berlumuran darah, tak lupa torehan-torehan besar bekas cakaran naga besar itu dan luka bakar akibat semburan apinya.

Membosankan... pikirnya... Kira bangkit berdiri, bermaksud meninggalkan tempat itu. Tiba-tiba Kira merasakan sebuah aura yang familiar. Sepertinya datang dari arah balkon... Benar saja... Catriel... Sudah lama Kira tidak melihatnya. Seingatnya yang terakhir adalah di valley. Kira menjadi merasa bersalah terhadap wanita itu, tidak seharusnya Ia berbuat seperti waktu itu.

Ia menghampiri Catriel, bermaksud meminta maaf atas perbuatannya yang memalukan itu.
"Hei..." katanya "Sebelumnya aku ingin minta maaf atas perbuatanku dulu..." lanjutnya sambil duduk disamping Catriel, mengurungkan niatnya untuk meninggalkan tempat itu.

Dalam beberapa detik selanjutnya, staminalah yang menentukan alur pertandingan. Stamina naga tidak mungkin disamakan dengan milik manusia, apalagi dari yang kurang terlatih seperti si petarung itu. Pertandingan selesai, dan pembawa acara segera mengumumkan pertarungan selanjutnya.

Catriel tidak melepaskan pandangannya dari arena walau ia sebetulnya tidak terlalu tertarik lagi. Namun hari itu masih panjang, dan ia tidak memiliki kegiatan lainnya.

Tiba-tiba, aura yang sudah familier terasa mendekat. Ia memutar badannya ke arah lorong balkoni, dan menemukan Kira berjalan ke arahnya dengan agak canggung. Sudah berapa lama ia tidak melihatnya...? Mungkin terakhir kalinya adalah sejak ia pergi ke Valley...?

"Hei..."

Kira menyapanya, terlihat agak tidak nyaman.
Catriel mengangguk sopan sebagai sapaan balas, bingung mencari kata-kata. Yang jelas, basa-basi formal tidak lagi akan berguna.

"Sebelumnya aku ingin minta maaf atas perbuatanku dulu..."

Terkejut karena ia akan menyinggung kejadian itu, Catriel hanya mendesah. Ia merasa kurang nyaman karena telah memposisikan lelaki itu dalam posisi yang sulit dan canggung, dan yang lebih parah, bingung.

"Tak apa," jawabnya singkat, merasa bahwa keadaan canggung itu akan membuatnya membunuhnya. "Kau sering ke tempat macam ini?" tanya Catriel, berusaha membelokkan alur pembicaraan.

Tak apa,

Kira menundukkan kepalanya, lalu mendesah sambil tersenyum pahit.

Kau sering ke tempat macam ini?

Terlihat sekali bahwa Catriel berusaha membelokkan pembicaraan mereka. Kira hanya bisa tersenyum kecil menanggapinya.
"No... Just to kill time.." jawabnya singkat, tanpa berbasa basi. "Kau sendiri? Sedang menikmati 'pertunjukan'?" tanya Kira sambil menekankan kata pertunjukan itu. Baginya, pertarungan macam ini tergolong murahan, membunuh makhluk yang tidak berdosa demi uang, hmph...

Kira terdiam cukup lama, bingung harus berbuat apa. Entah mengapa Ia merasa sedikit speechless bila sedang berada di dekat Catriel. Lalu tiba-tiba sebuah pikiran gila terlintas di benaknya. Sudah cukup lama Kira tidak menggunakan Enver dan Hades, jangan-jangan kemampuannya sudah menurun.
"Hei... Ini mungkin terdengar gila, tapi apakah tidak apa-apa bila kau mau melawanku?" tanya Kira, mengetahui bahwa Catriel bukanlah petarung yang lemah.

Hmph...Lama tidak merasakan pelatukmu... pikirnya melihat kedua pistol kesayangannya. Lagipula tempat ini rasanya adalah tempat yang pas untuk berlatih.

"No... Just to kill time.."

Jawaban khas pria ini. Lagipula Catriel tidak mengira kalau Kira akan suka terhadap pertarungan Colloseum yang lebih banyak diisi petarung kelas menengah ke bawah.

"Kau sendiri? Sedang menikmati 'pertunjukan'?"

"Sama sekali tidak," jawabnya. "Hanya datang untuk melihat perbedaan Colloseum di End Earth dan tempatku dulu. Hasilnya kurang memuaskanku," lanjutnya, menyinggung tentang alih fungsi arena Colloseum semasa hidupnya.

Catriel memilih untuk diam alih-alih kembali membuat topik baru yang akan membuatnya malah terlihat canggung. Lebih tepatnya, ia bahkan tidak tahu harus berkata apa. Rasanya apapun yang ia perbuat di depan Kira seakan-akan selalu saja membuat pria itu tambah terbeban, sadar atau tidak.

Namun, tiba-tiba Kira mengatakan hal yang membuat Catriel tertegun.

"Hei... Ini mungkin terdengar gila, tapi apakah tidak apa-apa bila kau mau melawanku?"

Mata scarletnya membelalak, menatap Kira yang mulai terlihat antusias selama beberapa detik.
Bertarung...? Colloseum? pikir Catriel, setengah syok.
Lalu kemudian, tanpa disangka, Catriel tertawa lepas.

"Ya," jawabnya, masih tertawa. "Entah mengapa, rasanya itu ide brilian. Aku terima," lanjutnya sambil menggerakan dagunya dengan anggun ke arah tempat pendaftaran di Hall Colloseum.

Sama sekali tidak," jawabnya. "Hanya datang untuk melihat perbedaan Colloseum di End Earth dan tempatku dulu. Hasilnya kurang memuaskanku,

Sudah kuduga... Tidak mungkin seorang ex knight yang terkesan elegan dan terbiasa dengan keformalan seperti Catriel menyukai pertarungan rendahan seperti di tempat ini.

Ya," jawabnya, masih tertawa. "Entah mengapa, rasanya itu ide brilian. Aku terima,

Wajah Kira tak kalah kagetnya dengan catriel setelah mendengar permintaan Kira. Baru pertama kalinya Kira melihat Catriel tertawa selepas ini. Kira hanya bisa tersenyum untuk menanggapinya. Wanita itu terlihat cukup bersemangat untuk melawannyam terlihat darinya yang langsung mendaftarkan mereka ke pertarungan selanjutnya.

Beberapa menit kemudian, nama mereka pun dipanggil. Kira berjalan santai menuju arena pertarungan. Hiruk pikuk terdengar dari seluruh bangsal penonton, terlihat antusias untuk melihat pertarungan seorang knight dan gunner.

Kira mencabut Enver dan Hades, kedua pistol yang menemaninya di setiap pertarungan. Kelingkingnya sudah berada di pelatuk Enver, siap untuk menembak kapan saja. Ia mengacungkan mulut pistolnya, menandakan bahwa Ia sudah siap.
"Jangan segan-segan..."

Setelah namanya dan Kira dipanggil, Catriel berjalan tenang ke arena yang besar dan dipenuhi dengan sorak sorai itu. Memang jarang, tapi beberapa kali ia pernah ditugaskan untuk 'membuka' pertarungan formal di arena semacam ini, terutama dalam tes bagi mereka yang ingin masuk ke kesatuan Ordernya.

Setelah kakinya memejak arena, dengan anggun Catriel mengeluarkan Griffith, pedang one-handed perak yang panjang, dengan sihir Rune, diimbuhi dengan kabut keperakan yang memercik dari tangannya. Teriakan penonton semakin menggema saat ia melakukan performa sihir Rune, dan disambut dengan teriakan balas yang tidak kalah memekakan: tanda Kira juga sudah siap dengan kedua pistolnya.

"Jangan segan-segan..."

Catriel tersenyum tipis. "Kuucapkan hal yang sama kepadamu," katanya menyambut kata-kata Kira.

Ini bukan pertama kalinya mereka berhadapan dengan senjata di tangan. Namun bedanya, kali ini mereka berada di arena yang luas, dikelilingi oleh beratus pasang mata yang antusias. Dan sebagai tambahan, ini adalah sesi latihan di muka umum dan bukan ajang mempertahankan ego.

"Kumulai," katanya, memutar Griffith layaknya sebuah kincir perak di hadapan lawannya dengan anggun dan kecepatan yang makin meningkat.

Kira adalah spesialisasi penyerang dengan kecepatan yang tidak bisa diremehkan dan Catriel sudah pernah menghadapi bahayanya serangan frontal yang tidak terencana. Maka dengan tenang, ia memainkan Griffith dengan anggun, memercikan semakin banyak kabut perak yang semakin menyala-nyala terang di sekelilingnya.

Dan dalam hentakan tiba-tiba, ia mengacungkan Griffith ke depan dengan cepat, mengubah haluan kabut keperakan yang dihasilkan dari sihir Rune itu berubah menjadi proyektil-proyektil yang melesat tajam ke arah Kira...

Kuucapkan hal yang sama kepadamu

Kira balas tersenyum tipis, namun terkesan serius. Catriel bukanlah lawan yang sembarangan. Gaya bertarungnya yang anggun kerap membuat perhatian lawannya teralih karena sulit untuk menerka kemana arah serangannya.

"Bila itu maumu..." balasnya sambil mengisi kedua pistolnya masing-masing dengan sebuah barrel berisi peluru-peluru hitam. Warna bola mata Kira perlahan-lahan memerah, pertanda bahwa ia tidak main-main, walaupun ini hanyalah sebuah latihan.

Kumulai

Pandangan Kira menatap tajam lawannya, tanpa menghiraukan teriakan-teriakan penonton yang sejak tadi tak kunjung mereda. Seperti biasa, gerak gerik Catriel selalu terlihat anggun, termasuk saat Ia sedang bertarung. Kabut-kabut perak tajam yang melesat ke arah Kira dengan cepat nampak semakin banyak.

Ini baru permulaan... Kira dapat menghindari kabut-kabut perak Griffith dengan sempurna, mengandalkan kecepatannya yang tidak biasa. Kira balas menyerang, suara beberapa tembakan terdengar cukup keras di arena itu, tak kalah dengan teriakan penonton yang semakin menggemuruh. Tidak puas dengan hanya menembakkan beberapa buah peluru, dalam sekejap Kira sudah berada di atas Catriel dan melontarkan sebuah stomp dengan tumitnya.

"Bila itu maumu..."

Dalam beberapa detik selanjutnya, suara peluru berdesing terdengar nyaring, diikuti dengan gemuruh sorakan yang membahana.
Catriel menggerakan Griffith dengan cepat, memutarnya bagaikan kincir yang sekaligus adalah tameng baginya, menangkis peluru-peluru yang melesat ke arahnya.

Namun Kira tidak lagi berada di hadapannya. Catriel dengan sigap mengacungkan Griffith ke atas, mengetahui arah serangan yang pernah dilancarkan pria itu padanya di Valley.
Benturan terjadi di udara, dan ia bisa merasakan Kira mengelak dari Griffith dan menggunakannya sebagai pijakan untuk melompat menjauh.

Gerakan Kira yang cepat dan kasat mata memang sangat kontras dengan cara bertarung Catriel yang seperti menari dan memanfaatkan gerakan musuh.

"Trik yang sama tidak akan berhasil dua kali," katanya kepada Kira seraya memainkan Griffith, tersenyum tenang.

Ia memfokuskan seluruh auranya kepada arena agar pengelihatan tidak menipunya dua kali berhubung lawannya memiliki kecepatan yang luar biasa. Suara penonton terdengar menjauh... Bahkan komentar pembawa acarapun menjauh dari telinganya... Yang ia tangkap kini adalah keheningan, dan setiap desiran yang menandakan gerakan-gerakan kilat Kira.

"Giliranku."

Catriel menyibak Griffithnya, membuatnya semakin menyala. Ia membiarkan kabut keperakan itu menetes ke bawah, membuat sihir Rune itu seakan-akan mengalir seperti air berwarna perak cerah. Lalu kemudian, dalam gerakan berputar yang cepat, ia mengehempaskan sulur-sulur Rune itu ke arah Kira, berusaha mengenainya...

Trik yang sama tidak akan berhasil dua kali," katanya kepada Kira seraya memainkan Griffith, tersenyum tenang

Kira tersenyum tipis, merasa terhibur dengan kemampuan bertarung Catriel yang tidak setengah-setengah. "Hmph...You're a pretty good learner." katanya. Belajar dari pertarungan sebelumnya adalah strategi terbaik untuk dapat memenangkan sebuah pertarungan. Sayangnya Kira tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

Giliranku.

Lagi-lagi kabut-kabut perak yang sekarang menyerupai sulur-sulur melesat cepat ke arah Kira. Awalnya Kira dapat menghindari sulur-sulur tersebut dengan mudah, namun sebuah sulur keluar dari bawah tempat Kira berpijak. Tidak sempat menghindari sulur tersebut, Kira harus merelakan pipinya yang sekarang terlihat sebuah goresan panjang ke arah mata.

Kira semakin merasa terhibur, bertarung dengan Catriel tidak pernah membosankan. Ia mengusap darah yang keluar dari pipinya dengan ibu jarinya lalu tersenyum. Tanpa bicara, Kira balas menyerang. Tembakan-tembakan kembali dilancarkan ke arah Catriel, namun kali ini Kira membuat lintasan peluru-peluru itu membuat sebuah curve. Di tengah-tengah hujan peluru yang dibuat Kira, Ia menyelipkan sebuah blast bullet yang akan meledak bila tersentuh sesuatu.

Bila trik yang sama tidak akan berhasil untuk kedua kalinya, kali ini Kira mencoba teknik baru yang bahkan belum pernah dicobanya. Ia bergerak ke depan Catriel seolah-olah akan menembak, namun dalam sekejap Ia berpindah ke belakangnya dan menyabetkan kedua handgunnya secara menyilang.

"Hmph...You're a pretty good learner."

Masih tersenyum tenang dan memainkan Griffith, Catriel membalas, "Itu etika bertarung, bukan?"

Sambil terus menggerakan Griffith, Catriel berusaha menangkis hujan peluru Kira. Memang jarang ada orang yang bisa mengelak dari sabetan Rune-nya sambil menyerang.
Rune yang diteteskan ke lantai arena mulai menyulitkan Kira. Serangan dari bawah itu terbukti cukup berguna dan melukai Kira di bagian pipi.

Tidak berhenti untuk membuang-buang waktu, Kira kembali melesat, menghamburkan serentetan peluru-peluru yang kini mulai mengincar Catriel dengan sudut-sudut tajam yang rumit dan tidak beraturan. Memperluas 'rune shield' yang menjadi andalan seorang Rune Knight, ia tetap aman di dalam 'cocoon' yang tebruat dari serat-serat kabut perak, pertahanan utama bagi Rune Knight saat ia menyerang.

Namun tanpa disangka, sebutir peluru yang memiliki warna lain dari yang lain melesat ke arah Catriel yang tidak mengantisipasi adanya peluru yang berbeda. 'Runic Cocoon' Catriel kali ini justru menjadi penyulut ledakan akbiat tergeseknya peluru itu dengan sulur rune.

Melompat ke belakang sambil menyerngit, Catriel kembali menyeimbangkan tubuhnya yang sempat kena impact ledakan tadi. Sensor auranya sempat terganggu saat ia terkena impact ledakan, dan sebagai hasilnya, ia tidak bisa mendeteksi Kira dengan aura untuk beberapa detik.

Dan itu fatal.

Kira yang melesat ke hadapannya tiba-tiba sudah melompat dan berada di belakang Catriel. Sabetan handguns Kira mengenai punggung Catriel, yang sempat berupaya membuat Runic Shield dan melompat maju.

Catriel mengusap darah yang keluar dari mulutnya akibat sabetan itu.
"I didn't expect that," katanya kepada Kira, kembali berdiri sambil mulai mengeluarkan semburat-semburat sihir rune keperakan.
Mata scarletnya yang gelap kini mulai menyala terang, tanda pemakaian rune magic tingkat tinggi akan digunakan...

I didn't expect that

Kira tidak begitu menyangka serangannya barusan akan telak mengenai Catriel, dibuktikan dengan darah yang keluar dari mulut Catriel. Ternyata blast bullet buatannya cukup berguna juga untuk mengalihkan pikiran lawan.
"Likewise.." katanya mengingat goresan panjang yang terpajang di pipinya.

Kira terdiam sesaat, menunggu Catriel kembali siap menghadapinya. Ini latihan, bukannya pertarungan sungguhan, sehingga menyerang secara membabi buta tidak akan membuat latihan ini menjadi menarik.

Kira melupakan satu hal penting, Catriel adalah ex rune knight, bukan sembarang knight. Tentunya Ia akan bisa menggunakan sihir Rune tingkat tinggi, yang tentunya...berbahaya... Benar saja, mata scarlet gelap Catriel terlihat menyala terang, tanda Ia akan bersiap-siap menggunakan sihir mematikan itu, tanda Ia benar-benar tidak main-main.

Kira juga mulai serius. Ia me-reload Enver dengan 6 elemental bullets, peluru-peluru yang jarang dipakainya, dan biasanya hanya dipakai di saat mendesak saja. Tiba-tiba Kira seolah-olah menghilang, mengandalkan kecepatannya. Lalu beberapa detik kemudian Ia sudah merada di salah satu pilar arena pertarungan dan menembakkan elemental bulletnya yang pertama, lightning bullet.

Sebilah petir biru hitam panjang keluar dari mulut handgun Kira, menyambar ke arah ex Rune knight itu.

"Likewise.."

Catriel kali ini tidak memfokuskan pandangannya kepada Kira. Alih-alih, matanya yang kini diwarnai semburat perak rune yang menyala-nyala menatap kosong ke arah arena.

Lawan biasa mungkin malah akan tergoda untuk menyerang, tapi rasanya Kira tidak akan berbuat begitu. Ini adalah trance, salah satu sistem penyesuaian tubuh dengan aura dan sihir rune yang kompleks. Bahkan di kalangan Rune Knight, ini merupakan jurus yang berbahaya untuk digunakan karena memiliki limit tertentu bagi penggunanya, dan dalam skenario terburuk, menjadi senjata makan tuan...

Gerakan Kira yang mengisi peluru tertangkap secara jelas dengan inderanya yang sudah menjadi sangat tajam, dan saat Kira melesat ke sebuah pilar arena, Catriel sama sekali tidak bergeming, bahkan untuk menengok.
Sebuah petir hitam melesat dengan suara memekakan telinga, menerkam Catriel.

Benturan antara petir hitam itu dan 'Runic cocoon' terjadi di udara, dan mengakibatkan ledakan. Namun justru di sinilah sihir rune Catriel dimulai...

Tangan kiri Catriel yang bebas bergerak anggun dan perlahan, menyibak kabut perak yang seharusnya dapat membutakan petarung amatir begitu saja. Kabut-kabut perak yang tadinya bertebaran itu kini berkumpul di tangan kirinya, bergerak perlahan membentuk tulisan-tulisan runic yang berputar di lengan Catriel.

Dan saat itulah ia melakukan sesuatu yang jarang dilakukannya: menerjang musuh.
Melompat ke arah Kira dengan cepat, tangan kanannya mengayunkan Griffith yang dilapisi sihir rune, sementara tangan kirinya mengendalikan sulur-sulur rune yang melesat bagaikan anak panah yang menari-nari sesuai kehendaknya...

Dugaan buruk Kira benar terjadi. Tangan kiri Catriel kini diselimuti huruf-huruf rune yang berputar di tangannya yanv kemudian membentuk sulur-sulur rune yang menyerupai anak panah. Kira sempat terhenti sesaat di pilar tersebut, lalu terjadi satu hal yang tidak biasa. Catriel menyergap lawannya.

Spontan Kira menjejakkan kakinya dari pilar tersebut untuk menghindar. Pilar besar tempat pijakan Kira tadi roboh seketika terkena sulur-sulur rune Catriel. Disaat itulah Kira menyadari bahwa jangan sampai Ia terkena sulur-sulur rune itu, atau Ia akan bernasib sama dengan pilar tadi.

Mulai saat ini Kira tidak dapat sembarangan menyerang, ia harus mengandalkan serangan-serangan jarak jauhnya untuk menumbangkan Catriel, walaupun Kira tahu itu bukanlah hal yang mudah. Tembakan-tembakan kembali dilancarkan Kira dengan Hades, sementara Enver bersiap-siap menembakkan elemental bulletnya yang kedua.

Sadar bahwa trik seperti ini tidak akan benyak berpengaruh terhadap Catriel, Kira menggunakan ilusi yang menyebabkan lawannya melihat ada beberapa Kira di sekelilingnya. Secara bersamaan, Kira-Kira tersebut menembakkan hujan peluru ke arah Catriel, walaupun sebenarnya hanya ada 1 Kira. Biasanya orang normal akan bingung dan terjebak dalam ilusi itu, namun entahlah bila lawannya adalah Catriel.

Tanpa membuang waktu, Kira menembakkan elemental bulletnya yang kedua, freeze bullet. Seharusnya dengan ilusi ciptaan Kira, catriel akan melihat 5 freeze bullet yang melesat ke arahnya.

Seorang Rune Knight sangat jarang menerjang ke arah lawannya dalam pertarungan satu lawan satu, apalagi melawan seorang gunner yang mampu bergerak cepat.
Namun Catriel tidak memiliki banyak waktu. Seperti yang ia dan semua Rune Knight takuti, waktu adalah masalah terbesar dalam mengaktifkan sihir rune tingkat tinggi.

Serangan cepat Catriel yang mendadak berhasil dihindari Kira. Dan alih-alih mengenai lawannya, serangannya justru menghantam pilar yang berdiri di belakangnya, dengan sukses menghancurkan beton lapis itu.

Tidak bermaksud untuk mengistirahatkan musuhnya, Catriel kembali melompat maju, tangan kanan mengayunkan Griffith, tangan kiri menggerakan sihir rune. Namun sulit sekali mengenai Kira, dan sekarang sepertinya pria itu akan selalu menjaga jarak dengannya. Berita buruk, karena melawan seorang gunner yang berkecepatan tinggi adalah sesuatu yang akan sangat merepotkan dan mengulur waktu.

Kira membuat ilusi bayangan, menciptakan semacam after image yang bergerak-gerak cepat sambil menembaki Catriel. Namun mata yang telah terinfusi dengan sihir rune tidak dapat tertipu, Catriel dapat dengan mudah melihat mana Kira yang asli walau ia tidak dapat membedakan peluru mana yang asli.

Sekali lagi, Kira menembakan sebutir--tidak, lima--peluru aneh. Catriel melompat dan mengelak dari empat peluru, kemudian bergerak refleks untuk menangkis yang terakhir dengan Griffith karena tidak lagi sempat berakselerasi.

Dan fatal.
Peluru itu meledakan semburat putih dan biru yang langsung membungkus Griffith dengan es. Spontan dan kaget, Catriel segera melepaskan Griffith, dan pedang itupun kembali ditelan kabut perak dan menghilang.

Sadar bahwa sekarang ia tidak bersenjata, Catriel mulai menjadi sedikit panik. Ini bukanlah yang pertama kalinya ia kehilangan senjatanya dalam sebuah pertarungan. Dan dalam suatu kasus, ia harus membayar kelemahan itu dengan nyawa seseorang...

Bangkitnya memori itu membuat ketakutan dan kepanikan menguasai Catriel dalam skala ganda, dan tanpa sadar, ia memfusikan tangan kirinya dengan seluruh kekuatan rune yang ia bisa hasilkan dan menyerang secara membabi buta, membuat proyektil dan anak panah perak panjang dan besar yang melesat cepat dan tidak beraturan, menyisakan berbagai goresan yang panjang dan dalam di lantai arena.

Saat ia melihat Kira terdesak, Catriel, masih dibalut oleh murka dan ketakutan yang tidak terkendali, menerjang maju dan menghempaskan seluruh sihir rune-nya. Namun di luar dugaannya, ia justru jatuh tersungkur, seakan-akan badannya baru saja dihantam oleh sebuah gada besi yang kasat mata.

"Apa...?"

Limiter.
Limter, yang difusi dengan kalung peraknya telah mengekang Catriel dari menggunakan sihir rune di luar batasnya. Terkulai lemas dan dengan tangan kiri yang kesemutan dan tak bisa digerakan, ia pun rebah di tanah...

Freeze bullet Kira nampak mengenai pedang perak milik Catriel. Analog dengan blast bullet, freeze bullet ini juga baru akan bereaksi bila menyentuh sesuatu, dan kali ini korbannya adalah Griffith. Terlihat pedang perak itu kembali berwujud kabut keperakan, hilang dari pandangan Kira.

Ada sesuatu yang terlihat aneh... Catriel... Ya, Ia yang biasanya selalu terlihat tenang, kini nampak panik. Ah... Mungkin karena Ia adalah seorang knight yang terbiasa bersenjata. Berhubung Griffith terkena imbas freeze bullet milik Kira, Caatriel menjadi tak bersenjata. Dan bukannya Kira merasa semakin aman, tetapi sebaliknya.

Catriel terlihat memusatkan seluruh tenaganya di tangan kirinya, membuat ratusan kabut rune perak berbentuk anak panah yang terus menghujani Kira. Hujan anak panah membuat Kira kewalahan, belasan luka gores tidak dapat dihindarinya, mengingat betapa sempit ruang untuk menghindar bagi Kira. Sebuah anak panah perak menembus paha Kira, lalu menghilang, kembali menjadi kabut perak. Kecepatan Kira kini berkurang cukup signifikan karena luka itu.

Karena darah yang keluar dari tubuhnya cukup banyak, insting vampirenya mulai timbul. Kepalanya terasa sakit bukan main, seperti ditusuk-tusuk oleh seribu jarum. Kira mengeluarkan charge bullet yang terbilang besar, cukup untuk menyingkirkan panah-panah perak Catriel.

Di saat Kira baru akan menyerang, Catriel terlihat kaku dan diam. Lalu sang ex rune knight pun roboh. Spontan Kira menghampiri Catriel secepat mungkin.
"Oi...oi! Kau tak apa?" kata Kira sambil sedikit mengguncang tubuh Catriel. Suaranya terdengar cemas, mengingat Catriel nampak seperti itu.
Sementara itu Kira juga sedang menahan sakit akibat surpress insting vampirenya. Kira meringis kesakitan sambil meremas rambutnya.

Catriel, masih rebah di lantai arena, perlahan-lahan mulai kembali ke dirinya yang biasa. Nafasnya masih tersenggal-senggal, seluruh tubuhnya berkeringat dingin dan tangan kirinya mati rasa.

"Oi...oi! Kau tak apa?"

Suara Kira yang menghampirinya terdengar sayup-sayup di telinganya yang masih mendengung keras, sementara badannya yang mati rasa nyaris tidak dapat merasakan guncangan Kira.
Catriel berusaha mengangguk, kemudian mengatur nafasnya untuk mengembalikan kesadarannya. Perlahan-lahan, ia mulai dapat menekan dengungan di kepalanya dan menggerakan badannya.

Berusaha untuk bangkit, Catriel baru menyadari akibat dari amukannya yang tidak terkendali, terutama lewat luka-luka di tubuh Kira yang tidak sedikit dan tidak ringan pula.
Memang, kali ini ia telah bertindak di luar batas.

Namun bukan hanya itu yang membuatnya merasa cemas sekaligus takut. Keadaan Kira agak aneh. Bola matanya masih merah menyala walaupun pertarungan sudah selesai dan pembawa acara telah mengumumkan pemenangnya.

Kira semakin mengernyit dan menekan kepalanya dengan tangan. Ini bukan pertama kalinya Catriel melihatnya seperti itu. Ia pernah melihat keadaan Kira yang seperti ini, terutama bila berhubungan dengan... darah.

Rasa cemas dan takut segera menggantikan letihnya. Petugas medis yang segera naik ke arena dengan cepat bertindak untuk menangani luka-luka mereka, namun Catriel menepisnya. "Kira...?" tanyanya agak ragu, sambil menghalangi petugas medis yang hendak merawat lukanya dan Kira, menahannya untuk mendekati Kira juga.

Catriel pernah mendengar mengenai apa yang tertanam di dalam diri Kira... Apa yang ia takuti dan benci selama hidupnya, bahkan sampai sekarang.
Mengulurkan tangan kanan yang masih dapat bergerak perlahan ke arah pria itu, Catriel bertanya perlahan, "Kau tidak apa-apa...?"

Kira sudah tidak mampu berpikir lagi. Ia merasa ingin berteriak saat itu juga, namun mengingat ini adalah sebuah arena pertarungan di coloseum, Kira berusaha keras menahan sakitnya. Ia bahkan tidak peduli lagi dengan pemenang pertarungan ini. Jangan di sini... Jangan di depan Catriel... Tangan Kira masih menekan keras kepalanya. Sakit sekali seakan berdenyut keras seperti sebuah jantung.

Kira...?

Kira berusaha keras untuk nampak biasa di depan Catriel, namun sepertinya sia-sia. Keringat dingin membasahi wajahnya. Para petugas medis datang untuk merawat luka mereka berdua, namun entah mengapa Catriel menepis mereka. Suaranya pun nampak ragu dan terdengar cemas. Damn... Lagi-lagi Kira membuatnya cemas...

Kau tidak apa-apa...?

Dengan menyinggungkan senyum tipis yang dipaksakan, perlahan-lahan Kira menatap kedua mata scarlet Catriel. "Ya...Aku baik-baik saja. Jangan khawatirkan aku..." jawabnya dengan napas terengah-engah. Bziiiiitt!!!! Kepala Kira bertambah sakit seolah-olah sedang dibor oleh pengebor aspal. Kira berusaha mati-matian menahan supaya sisi vampirenya tidak keluar. Namun dihantui oleh rasa takut, Ia berkata,

"Catriel, pergilah sebelum aku melukaimu... Cepat..." sambil menahan rasa sakit yang nyaris tak tertahankan.

Keadaannya Kira makin memburuk, dan itu terlihat sangat jelas. Bahkan para penonton di Colloseum sudah mulai ribut mempertanyakan apa yang sebenarnya terjadi di bawah sana.

Kira terlihat memaksakan diri, bahkan untuk berusaha tenang pun butuh usaha berat. Keringat dingin yang mmebasahi tubuhnya kini semakin parah dan Catriel khawatir--setidaknya--kepada dua hal: kondisi Kira dan rahasianya, mengingat mereka sekarang berada di depan khalayak umum. Bukan ide bagus untuk menunjukan kepada ratusan pasang mata kalau kau adalah seorang vampir.

"Ya...Aku baik-baik saja. Jangan khawatirkan aku..."

Sama sekali tidak

Catriel tidak berani melepaskan pandangannya, takut kalau-kalau Kira benar-benar kehilangan kendali atas sisi vampirnya, dan dalam skenario terburuk, kehilangan pikiran manusianya.
Namun alih-alih membaik, apa yang ia takutkan justru mulai terjadi.

"Catriel, pergilah sebelum aku melukaimu... Cepat..."

"Tidak," katanya, kali ini tidak setegas biasanya. Catriel meraih bahu Kira, dan melakukan apa yang sudah menjadi tradisi dalam Ordernya: sinkronisasi energi dan aura. Sambil memejamkan mata dan menenangkan pikiran, Catriel berusaha mengingat dan menyentuh life form milik Kira.
Perlahan tapi pasti, ia meraih benak pria itu seumpama sulur-sulur air yang menari. Catriel berkonsentrasi sebisa mungkin agar Kira tidak syok akan 'kehadiran' mentalnya dan malah melemparnya keluar dari benaknya.

Kemudian terasa.
Sesuatu yang gusar dan gelap sedang berusaha mendobrak pertahanan mental Gunner itu dari dalam. Sesuatu yang... tidak manusiawi.

"Tenanglah, dan dengar suaraku, katanya tanpa suara, berbicara melewati batin mereka yang sudah mulai tersinkronisasi.
"Itu bukan dirimu. Ikuti suaraku dan melangkahlah keluar dari tempat'nya'... Kau adalah kau, dan kau memiliki hak untuk mempertahankan sisi manusiamu."

Tidak,

Bodoh... Saat ini Kira sama sekali tidak mempedulikan dirinya, yang Ia takutkan hanyalah bila 'monster' yang ada di dalam dirinya akan melukai Catriel dan orang-orang di sekitarnya. Bagian putih bola matanya sudah mulai diselimuti kabut hitam.

Di saat putus asa menahan 'monster' itu, Kira merasakan Catriel menyentuh kedua bahunya. Tidak tahu darimana asalnya, Kira merasa sedikit tenang. Rasa sakit di kepalanya berkurang, rasa hangat perlahan-lahan menjalar di tubuhnya, lalu mulai terdengar suara-suara yang Ia kenal.

Tenanglah, dan dengar suaraku
Itu bukan dirimu. Ikuti suaraku dan melangkahlah keluar dari tempat'nya'... Kau adalah kau, dan kau memiliki hak untuk mempertahankan sisi manusiamu.

Tolong aku... suara hati Kira menanggapi panggilan Catriel. Pandangan Kira mulai kabur, dan lama-kelamaan hitam...

Kira tidak dapat melihat apapun, kesadarannya sudah meninggalkan tubuhnya. Ia terbaring lemas dengan wajah basah oleh keringat dingin.

Catriel dapat merasakan kesadaran Kira sekarang, pertanda baik bahwa pria itu--setidaknya--tidak melemparnya keluar, hal yang akan dilakukan orang-orang biasa yang jarang melakukan sinkronisasi aura semacam ini.

Tolong aku...

Dan sepersekian detik setelah Catriel mendengar suara itu, Kira terjerembab tidak sadarkan diri.
Catriel, dengan perlahan dan hati-hati, meninggalkan benak Kira, kembali ke dunia nyata, ke Colloseum.

Di Colloseum, tubuh Kira yang dipapah oleh Catriel sudah lemas namun perlahan-lahan menghangat kembali. Ia mengangguk ke arah tim medis yang sedari tadi hanya memperhatikan mereka dengan tatapan bertanya-tanya sekaligus cemas dan takut. Catriel berdiri dengan susah payah, menolak untuk ikut dibawa menggunakan tandu.

Mengiringi tim medis yang membawa Kira ke ruang perawatan, Catriel menolak untuk diperiksa dan diobati oleh para dokter, mengklaim bahwa ia tidak menderita luka serius apapun dan hanya terjatuh karena terlalu memfotsir pemakaian rune.

Dan saat para dokter dan tim medis selesai menangani luka-luka Kira dan keluar dari ruangan, Catriel mengambil kursi di samping tempat Kira berbaring dan mendesah lelah.

Itu adalah yang pertama kalinya ia melakukan sinkronisasi mental dengan orang yang bukan dari Order, dan itu juga adalah yang pertama kalinya ia melihat Kira yang seperti itu. Bahkan, ia masih tidak percaya Kira sampai 'memohon' kepadanya seperti tadi.

Ia menyentuh dahi Gunner itu dan mendesah lega karena suhu badannya sudah stabil dan nafasnya mulai teratur. Kemudian, Catriel dapat melihat kelopak mata Kira yang mulai bergerak, tanda ia akan segera siuman. Kemampuan recovery yang cepat, seperti biasa.

"Bagaimana keadaanmu?" tanyanya pelan, khawatir kalau Kira masih berada di bawah tekanan sisi vampirnya.

Di mana...??
Putih.... Hampa... Kira sendirian di tempat itu. Entah hanya sebuah ruangan ataupun sebuah dimensi, yang terlihat di sekelilingnya hanyalah hamparan putih luas, tanpa batas. Ia berjalan, menyusuri tempat itu, tidak tentu arah dan tujuan.

Tiba-tiba tempat putih itu mulai hancur menjadi seprihan-serpihan puzzle. Kira berlari, terus berlari, tidak ingin jatuh ke dalam lubang hitam di bawahnya. Namun sia-sia. Pijakannya hilang begitu saja, Ia terus terjatuh ke dalam gelap.

Dan saat itulah Ia bangun.
Mimpikah..?? Kira menggerakkan tangannya, melihatnya untuk memastikan bahwa itu adalah hal nyata. Sekujur tubuhnya dibalut perban, mungkin karena luka-luka gores bekas pertarungan tadi. Di sampingnya duduk Catriel. Walaupun tak sadarkan diri, Kira cukup yakin Catriel lah yang membawanya ke sini.

Bagaimana keadaanmu?

Kira bangkit, lalu duduk di pinggir ranjang tempatnya dirawat. Kepalanya masih sedikit terasa pening, Ia menekan keningnya, berusaha menghilangkan pusing di kepalanya.
"Fine.." jawab Kira singkat. "...apa yang terjadi setelah 'itu'?" sambungnya. Kira lalu berdiri dan menyambar pakaiannya, memakainya kembali, dan berniat meninggalkan ruang perawatan itu.
"Kau ikut?"

"Fine.."

Walaupun menurutnya tidak, Catriel tetap diam dan tidak ambil pusing untuk berkompromi: percuma mengajak pria itu berdebat atau memaksanya kembali beristirahat. Sangat bukan Kira bila ia akan mendengarkan nasihat orang lain, apalagi untuk beristirahat.

"...Apa yang terjadi setelah 'itu'?"

"Aku 'membimbing'mu keluar," jawabnya singkat, ikut berdiri dan berjalan ke arah pintu menuju lorong di luar. "Ini adalah pertama kalinya aku 'melihat' benak yang begitu kacau." Catriel menatap lorong yang sepi untuk beberapa saat sebelum melanjutkan dengan suara yang lebih rendah. "Namun boleh dibilang kau menang, untuk saat ini. Ia berusaha menarikmu, namun beruntung, sinkronisasi berjalan cukup lancar sehingga kau dapat mendengar suaraku."

"Kau ikut?"

Catriel mengangguk, dan masih sambil memegangi lengan kirinya yang mati rasa, ia berjalan menyusuri lorong bangsal perawatan yang panjang. Sepanjang perjalanan, hanya ada suara pembawa acara yang dengan seru memberitakan pertarungan yang sedang berlangsung, diikuti oleh sorak-sorai penonton setiap terjadi benturan sengit. Tidak ada dari mereka berdua yang berbicara, sampai akhirnya Catriel berhenti di tengah lorong terang yang dipenuhi jendela besar menghadap taman di sisi arena.

"Sebelumnya, aku ingin minta maaf," katanya lirih, menundukan kepala sedikit kepada Kira. "Aku menyesal harus mengakui kalau aku lepas kendali tadi, dan pikiran-pikiran lama menghantuiku sehingga aku bertindak gegabah. Tidak seharusnya aku berbuat seperti itu dalam pertarungan resmi di arena..."

Aku 'membimbing'mu keluar,

Sambil berjalan meninggalkan tempat itu Kira memandang Catriel sesaat, membiarkannya melakukan hal yang diinginkannya.

Ini adalah pertama kalinya aku 'melihat' benak yang begitu kacau.
Namun boleh dibilang kau menang, untuk saat ini. Ia berusaha menarikmu, namun beruntung, sinkronisasi berjalan cukup lancar sehingga kau dapat mendengar suaraku.

Kira menghentikan langkahnya sesaat. Sampai kapan makhluk ini akan bersarang di dalam dirinya?? Menggerogotinya dari dalam, membuatnya menjadi makhluk haus darah yang membahayakan setiap orang yang ada di dekatnya. Kira tidak bisa berkata-kata, Ia melanjutkan langkahnya dengan diam, lalu Ia kembali memandang Catriel.
"Thanks, for everything." katanya. "Bila kau tidak melakukan sinkronisasi saat pertarungan tadi, aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada orang-orang di coloseum." sambungnya.

Entah mengapa di saat seperti ini yang dipikirkan Kira bukanlah dirinya sendiri, namun orang-orang yang ada di sekitarnya, orang-orang yang mungkin dapat menjadi korban makhluk haus darah itu.
Mereka berdua kembali terdiam, yang terdengar hanyalah suara pertarungan yang sedang berlangsung beserta para penonton yang heboh menyoraki jagoan mereka.

Sebelumnya, aku ingin minta maaf," katanya lirih, menundukan kepala sedikit kepada Kira. "Aku menyesal harus mengakui kalau aku lepas kendali tadi, dan pikiran-pikiran lama menghantuiku sehingga aku bertindak gegabah. Tidak seharusnya aku berbuat seperti itu dalam pertarungan resmi di arena...

Langkah Kira ikut terhenti. Pandangannya menerawang jauh. "Setiap orang punya kenangan buruk di dalam dirinya. Sebagian akan dapat dengan mudah dilupakan dan yang lain akan tetap ada dan terkadang menyiksa." katanya. "Bukan salahmu untuk merasa takut, jadi, janganlah meminta maaf padaku." lanjutnya sambil menyinggungkan senyum singkat namun tulus.