Lost again...(Finished)

Crein sedang sedirian, tidak ada yang menemaninya, ia berjalan dan terus berjalan hingga tersesat di hutan, ia telah diberi tahu, apapu yang terjadi jangan sampai tersesat di hutan...
Crein sadar akan hal itu mulai panik, ia memutuskan untuk berjalan kembali ke tempat awal ia pergi,

Crein tidak biasa sendiri, dulu ia selalu ditemani kira, maka ia sekarang bertekad untuk tidak merepotka kira dan mulai menghafal jalan yang ada di end earth

Tak lama ia berjalan, angin kencang berhembus, kerudung penyelamat jiwanya terbang jauh dan tinggi ke langit."Akh! Tidak kerudung penyelamat jiwaku" creim berteriak"tunggu kembalikan kerudungku angin!!!jangan dibawa jauh-jauh dong!!!" Crein berteriak seperti sedang mengobrol dengan angin. Tetapi angi masih mau mempermainkannya dan malah membawa kerudungnya, akhirnya crein berlari dituntun oleh angin yang membawa kerudugnya ke arah hutan yang lebih dalam. Dan tentu saja crein tidak sadar

Dengan gontai karena capek menjelajah, Marianne berjalan ke arah sebuah hutan. Hutan yang belum pernah ia temui.
Beda..Hutan ini berbeda! Auranya..Gelap dan kelam.
Ia mendengar suara anak kecil. Anak itu berlari..ke dalam hutan.
Dengan berbekal keberaniannya, Marianne mengikuti suara anak kecil itu.
Kemana dia? Kenapa ia masuk ke hutan sendirian?
Cemas, Marianne memanggil anak itu, "Hei!! Kemana kau? Jangan masuk terlalu dalam, nanti tersesat lho!! Apakah kau dengar?!"
Aku harap dia mendengar ku...brr..dingin pikir Marianne dalam hati sambil terus berlari menembus angin.

"Ng," sambil berlari ia berpikir, sepertinya ada yang memanggilnya tetapi ia masih melihat kerudungnya yang masih terbang makin menjauh, maka ia berteriak kembali
"Akh!!! Tunggu!!!jangan tinggalkan aku penyelamat jiwaku...tunggu kaze-chan!!!jangan jauh-jauh, kembalilah!!!!!!tunggu..." Crein berteriak lagi dan melupakan suara yang ia dengar itu, tanpa sadar ia mulai berlari makin dalam dan makin dalam ke dalam hutan

Catriel selalu menyukai alam terbuka. Alam selalu membuat dirinya merasa lebih tenang dan rileks...

Atau saking rileksnya sampai ia menghiraukan suara dan keberadaan seorang gadis kecil dan menabraknya...

"Akh!" Crein menubruk seseorang , ia melihat ke atasnya."Ah! Catrielnee-chan! Maaf ya." Kata crein sambil meminta maaf, ia lalu panik dan mulai mencari-cari arah kerudungnya pergi."Ah! Penyelamat hidup... Tunggu daku!!!ah, halo catrielnee-chan," sapa crein telat. "Maaf ya aku menabrakmu, aku sedang mengejar kerudung penyelamat jiwaku, hehehe jadi meleng" kata crein lalu ia mencari lagi keberadaan kerudungnya itu, ia melongok kesana kemari mencarinya, ia benar-benar kebingungan, dan tampangnya benar_benar menampakan itu

"Akh!"

."Ah! Penyelamat hidup... Tunggu daku!!!ah, halo catrielnee-chan"

"Ah... Crein, sedang ap-"

"Maaf ya aku menabrakmu, aku sedang mengejar kerudung penyelamat jiwaku, hehehe jadi meleng"

"E... eh...?" Gagap Catriel.

Penyelamat hidup...? Kerudung...?

Catriel bangkit berdiri dengan cepat, lalu mengejar Crein yang masih berlari semakin masuk ke dalam hutan.
Apa Crein bermaksud mengejar kerudungnya yang terbawa angin itu? Catriel mendongak sambil berlari, memperkirakan ketinggiannya, kemudian melompat dan menggunakan salah satu dahan pohon sebagai tumpuan dan merenggut kerudung itu.

Mendarat dengan sedikit kagok karena terlalu terburu-buru, ia kembali kepada anak kecil yang sudah agak jauh tertinggal di belakangnya.
"Kau mengejar ini? ...Penyelamat hidupmu...?"

Marianne terus berlari mengejar anak kecil itu. Ternyata anak itu bertemu dengan seseorang.
"Hei!"
..hosh...
"Ah, apa yang kau kejar tadi?", tanya Marianne saat bertemu. "Eh..Catriel..? Sedang apa?", lanjut Marianne tanpa menunggu jawaban si anak kecil.
Ia melihat Catriel membawa sesuatu. Kerudung.

"Kau mengejar ini? ...Penyelamat hidupmu...?"

"Penyelamat hidup? Apa maksudnya?", tanya Marianne kepada anak kecil itu dan Catriel.

"Penyelamat hidup? Apa maksudnya?"

Catriel hanya mengangkat bahu mendengar pertanyaan Marianne yang telah mengejar mereka. "Aku juga tidak tahu. Ini milik Crein dan tadi terbawa angin..."

Catriel mengembalikan kerudung itu kepada Crein. "Ini..."

Namun saat ia kembali memperhatikan sekelilingnya, ia menyadari satu hal yang mungkin sudah agak terlambat untuk disuarakan... "Apa kalian sadar kalau kita... tersesat...?"

"Ini..."

"ah! makasih...maaf telah merepotkan..." crein tersenyum dengan bunga-bunga bertebaran di sekitarnya."ini kerudung penyelamat hidupku, kalau tak ada kerudung ini ...yah, karena aku lemah dan rentan terhadap penyakit kerudung ini menyelamatkanku dari serangan matahari, makanya nyawaku selamat selama masih ada kerudung ini." crein menjelaskan panjang lebar kepada dua orang yang kebingunggan sangat.

"Apa kalian sadar kalau kita... tersesat...?"

...hening...
jgerrrrrr
"EEEEHHHH!!!!!!!" teriak crein kencang-kencang. ia baru sadar kalau ia sudah tersesat
"ehk! gawat, aku sudah tersesat! aduh padahal sudah diberi tahu...gawat...gawat." crein berjalan mondar mandir sambil memegang kepalanya< aura-aura hitam mulai berkumpul disekelilingnya akhirnya ia menangis sambil jongkok dan merengkuh lututnya
"hiks...hiks...hiks...hua...lagi-lagi aku membuat kekacauan..." crein merasa tidak berguna karena tak ada yang bisa ia lakukan, bahkan semua yang ia lakukan selalu salah atau hancur.

ah! makasih...maaf telah merepotkan..."

Catriel mengangguk pada Crein sebagai balasan, tentu saja sambil kembali mundur selangkah menghindari bunga-bunga yang lagi-lagi bertebaran di sekitar gadis lugu itu. Tidak bermaksud apa-apa, lebih ke arah insting...
Karakter pendiam dan elegannya tetap saja tidak bisa hilang walaupun ia telah bertemu dengan banyak orang di End Earth ini.

Namun ada sedikit rasa iba dan ingin tahu setelah mendengar penjelasan Crein mengenai penyakit dan kerudungnya. Tapi sebelum ia sempat merespon apa-apa, anak itu sudah meledak duluan...

"hiks...hiks...hiks...hua...lagi-lagi aku membuat kekacauan..."

Catriel tidak menduga anak itu akan menangis. Dengan bingung Catriel berjongkok dengan satu lutut menyentuh tanah di sisi anak itu.
"Eh... Crein... Tenanglah..." ujarnya berusaha menenangkan anak kecil itu. Ia tidak terlalu terbiasa berurusan dengan anak kecil dan itu sepertinya terlihat sekali...

"Memang, sih, kita tersesat... Tapi kan bukan berarti tidak ada jalan pulang..." ujar Catriel sambil menerawang ke sekelilingnya, sekarang lebih ke arah menghibur diri sendiri ketimbang Crein.

"eh, benarkah,..hiks" tanya crein dengan mata berkaca-kaca.
lalu ia teringat."ah! ia bisa, n...tapi keberhasilannya tidak dijamin sih, kadang berhasil kadang itdak...." crein mulai berpikir dengan serius
anak kecil polos ini tiba-tiba menjadi serius, lalu ia bertannya pada catriel, "catriel nee-chan punya pedang atau tongkat tajam?" tanyanya denagn tampang serius sepertinya ia sudah menemukan jalan untuk keluar dari hutan.

Catriel mencari-cari petunjuk apapun dalam hutan, berusaha mengingat-ingat jalan masuknya ke sini.
Tidak bisa.
Ia tidak mengingat apapun, bahkan bentuk pohonnya sebagai petunjuk. Ia berlari terlalu kencang dan terburu-buru tadi karena mengejar kerudung Crein yang terbawa angin.

."ah! ia bisa, n...tapi keberhasilannya tidak dijamin sih, kadang berhasil kadang tidak...."

Catriel menoleh dengan heran ke arah anak itu. Tatapannya serius, dan ia terlihat sedang memikirkan sesuatu. Memang apa yang anak kecil ini sedang pikirkan...?

"catriel nee-chan punya pedang atau tongkat tajam?"

Catriel memiringkan kepalanya. Apa yang anak ini inginkan...?
"Ya, punya," jawabnya.
Kemudian dalam hitungan detik, kabut keperakan berputar dari tangan kanannya, dan dalam detik berikutnya, Griffith, pedang perak panjangnya sudah ada dalam genggaman gadis belia itu.

"Pedang ini cukup?"

"Hm! Ok, ini cukup." Senyum crein sambil berseri. Ia mengambil pedang itu dan menaruhnya di tangannya. Ia mundur sedikit dan menyejajarkan pedang itu dengan dadanya. Ia mulai berkonsetrasi dan perlahan -lahan pdang catriel terangkat sedikit dari tangan crein, pedang itu mulai berputar pelan dan mulai meunjuk suatu arah dan berhenti. Tak lama kemudian keluar cahaya dan tekanan kencang keluar dari arah pedang. Rambut crein terbang ke atas, setelah beberapa saat cahaya itu menyusut dan berhenti.
Keadaan hening sesaat.
Tak lama terdengar pedang catriel jtuh ke tanah berikut crein yang jatuh lemas.
"
Sambil terengah ia berkata" su..sudah ketemu jalannya, pintu keluar ada di dekat sini kok..ugh!" Crein merasakan jantungnya sakit. Ia kesakitan, lalu ia mulai berusaha berdiri dengan tumpuan tongkatnya dan mengambil pedang catriel.
" Ini catrielnee-chan, makasih pedangnya.." Sambil memberikannya pada catriel.
Crein bermaksud menjelaskan apa yang terjadi, tapi ia takut membingungkan catriel dan mariene."N... Kalian ingin tau penyebabnya." Tanya crein

Catriel nyaris tidak tahu harus berbuat apa saat Crein menggunakan spell aneh menggunakan Griffith.

su..sudah ketemu jalannya, pintu keluar ada di dekat sini kok..ugh!"

"Crein...!!"
Catriel melompat ke depan dan berlutut di samping Crein, mengusap-usap punggung anak itu.

" Ini catrielnee-chan, makasih pedangnya.."

Catriel mengangguk dan mengembalikan pedangnya menjadi kabut keperakan yang kemudian menghilang. Ia masih khawatir pada keadaan anak itu.
"Kau bisa berdiri, Crein? ...Lalu apa itu barusan? Kau tahu jalan keluarnya?"

"Ng, ia, ng begini, pedang itu sebenarnya adalah pengantar, di setiap tempat selalu terdapat aura yang menunjukan sesuatu, baik atau buruk, benar atau salah, dengan aura itu dan sedikit kekuatan firasat, semua dapat ditemukan, aku memakai habis kekuatanku, aku bisa diomeli sama kiranii-chan, ah, pokoknya ini kekuatan yang dulu aku kuasai di masa lalu, aku sempat ragu kalau masih bisa dipakai, ternyata bisa juga, walaupun tenaga yang harus dipakai lebih bnyak , tapi kalau begini hasilnya bisa dijamin.baiklah mau jalan sekarang?" Jelas crein panjang lebar pada catriel.
Setelah berkata seperti itu ia kembali jatuh karena kehabisan tenaga,
"Aduh,..."

Catriel membisu mendengar penjelasan Crein. Ia tidak menyangka gadis polos itu mampu memanfaatkan aura di sekelilingnya untuk menunjukan jalan.
Tunggu.... rasanya tadi ia menyebutkan...
"Kira...? Kau mengenalnya?"

Tapi sebelum menerima jawaban, Crein tertunduk dan terjatuh.

"Aduh,..."

"Crein...!" Sambar Catriel. Ia menahan tubuh mungil gadis itu. "Jangan terlalu memaksakan diri," katanya. "Biarkan aku membawamu, ya. Tunjukan jalannya saja. Kau tidak akan bisa berjalan dengan kondisi seperti itu..." ujar Catriel agak khawatir.
Namun jauh di dalam hatinya, ia membatin, siapakah gadis kecil ini sampai bisa menggunakan spell semacam itu...?

Setelah beberapa lama Marianne membisu, akhirnya ia angkat bicara. Daritadi ia hanya mencoba menolong Crein.

"Aduh,..."

"Jangan terlalu memaksakan diri," katanya. "Biarkan aku membawamu, ya. Tunjukan jalannya saja. Kau tidak akan bisa berjalan dengan kondisi seperti itu..." ujar Catriel agak khawatir.

"Iya Crein, kau itu masih lemah. Jangan begitu..", kata Marianne khawatir.
Ia membantu untuk membangunkan Crein.
Anak ini. Ia terlalu memaksakan kekuatannya.
"Spellmu hebat, tapi....Tapi kalau kau sampai begini, lain kali kau jangan mencobanya terlalu keras. Ok?", lanjutnya pada Crein yang masih lemas.

"eh, gapapa kok catrielnee-chan aku sudah biasa seperti ini."kata crein berusaha agar tidak mengkhawatirkan lagi.
"baiklah, pertama kita harus masuk lebih dalam dari sebelah sana." crein menunjuk ke arah belakang mereka..

ia bangun dan brekata pada catriel.."catrielnee-chan...bingung kenapa aku punya kekuatan ini?" tanya crein pada catriel yang sepertinya bingung.

Catriel membiarkan Crein berdiri, dibantu oleh Marianne.

"Spellmu hebat, tapi....Tapi kalau kau sampai begini, lain kali kau jangan mencobanya terlalu keras. Ok?"

"Aku setuju dengan Marianne, Crein. Lain kali, jangan lakukan itu lagi kalau tidak terlalu mendesak..."

"catrielnee-chan...bingung kenapa aku punya kekuatan ini?"

Catriel sedikit tertegun karena kepekaan anak ini kemudian menunduk. "Sebenarnya ya... Tapi kekuatanmu adalah milikmu, aku tidak berhak mencampurinya..."

"Baiklah. Yang penting jangan memaksakan diri. Kita semua pasti punya kelemahan dan kelebihan masing-masing.", ujar Marianne. "Oya Crein, dimana tadi kau bilang jalan keluarnya?", tanyanya kepada Crein.
Marianne dengan wajah polos melihat kesekitar. Tentu saja ia tidak tahu mana jalan keluarnya.

"ah, selagi jalan aku kasih tau saja ya..." jawab crein sambil tersenyum lemah.
dengan ini kau tak harus memikirkan rasa lelah ini

crein mulai berjalan dengan lemah, jalannya agak sempoyongan.
"jadi, dulu aku terlahir di keluarga pembasmi vampire. setiap anak biasanya mempunyai kelebihan, mereka bilang itu untuk mengkap vampire. tapi...

kekuatan yang terberkati itu tidak ada padaku, aku malah lahir dengan kekuatan aneh untuk merasakan aura sesuatu di sekelilingku, aku dicerca dan dilukai karena dianggap berbeda dan tak punya kekuatan, dan bagian paling parah...orang tuaku membuangku karena menganggapku menodai nama baik mereka, kebetulan mereka adalah pasangan pembunuh vampire handal.

ketika tak ada yang mau merawatku aku dirawat oleh kakak sepupuku, kira. jadi jika catriel bertanya apakah aku mengenal kira, iya, betul kiranii-chan adalah orang yang paling berharga dalam hidupku." crein tersenyum penuh arti
"selama aku disembunyikan dan dirawat oleh ia, aku terus mengembangkan kemampuanku , hingga akhirnya aku benar-benar mampu melakukan sesuatu seperti itu, tapi ekuatanku terbatas, aku lemah maka kiranii-chan memberitahuku agar tidak menggunakannya sering-sering." crein berhenti, ia memejamkan matanya dan mulai terdiam. tak lama ia mulai berjalan lagi, kali ini ke arah kiri.

"kalian tahu apa itu firasat. firasat sendiri adalah suara alam yang dibisikan pada kita, tergantung apakah kita mendengarnya atau tidak..." crein tiba-tiba berbicara, ia berhenti lagi. kali ini ai mengambil jalan ke kanan.lalu ia mulai berjalan tanpa berbicara , terlihat ia seperti sedang memikirkan sesuatu.

Catriel berjalan dalam diam, mendengarkan cerita mengenai masa lalu gadis mungil itu. Ia makin mengutuki takdir setelah mendengarnya...
Saat Crein berbelok ke arah kanan, Catriel berhenti melangkah.

"...Aku... tidak akan bisa mengikuti firasat," gumamnya sambil memandang rendah. Tatapannya kosong, dan ekspresinya kembali dingin seperti biasa.

"kalian tahu apa itu firasat. firasat sendiri adalah suara alam yang dibisikan pada kita, tergantung apakah kita mendengarnya atau tidak..."

"Aku tidak tahu secara sepenuhnya apa firasat itu...", kata Marianne menanggapi. "Tapi, aku rasa semua orang punya firasat. Entah itu baik ataupun buruk. Terkadang aku juga merasakannya", lanjutnya sambil mengikuti kemana arah Crein berjalan.
Marianne menyadari gadis kecil di depannya diam 1000 bahasa.
Kenapa dia tiba-tiba diam? Apakah.. pikirnya dalam hati. Ia berfikir mungkin Crein teringat akan sesuatu.

"...Aku... tidak akan bisa mengikuti firasat," gumamnya sambil memandang rendah.

Marianne bingung. "Kenapa tidak?", tanyanya pada Catriel. Tatapan kosong Catriel membuat Marianne bergidik.

"Kenapa tidak?",

Catriel tidak bergeming. Wajahnya tidak bisa ditebak.
"Aku tidak bisa memercayai sesuatu yang telah mempermainkan hidupku dan mengakhirinya... Setidaknya, itulah 'firasat' bagiku, musuh..."

"...Aku... tidak akan bisa mengikuti firasat,"

crein berbalik,"hm, itu tergantung , firasat dan suara alam akan selalu ada, tapi, apakah kita mendengarnya atau membiarkannya, apakah kita mempercayainya atau tidak, semua tergantung kita. jadi kalau tak percaya, maka sampai suatu saat kalian akan percaya ,suara itu akan tetap menunggumu, ya,kan..." crein menerawang jauh , memejamkan matanya dan tersenyum shyadu seperti sedang mendengar sesuatu dan tertawa geli.
" baiklah ayo kita lanjutkan perjalanan kita" kata crein yang sudah kembali semangatnya.