Confused... [open for 3]

Kau makhluk hina!

Tidak sepantasnya kau menginjakkan kaki di tempat ini!

Tangkap dia!

Seorang pemuda berambut merah tiba-tiba berdiri di tengah-tengah pusat sebuah kota. Tempat apa ini? Itulah hal pertama yang dipikirkan pemuda bernama Locke itu. Bayangan terakhir yang diingatnya hanyalah sekelompok knight yang menahaannya dan membawanya ke underground prison di kerajaan tempatnya dulu tinggal. Entah apa yang mereka lakukan, sekarang ia tidak tahu keberadaannya sendiri.

Sebelah mata hitam pekatnya melihat sekeliling keramaian kota, sementara selembar eyepatch menutupi mata kanannya. Ia menggaruk kepalanya, bingung akan tempat Ia berdiri saat ini. Ia memutuskan untuk berteduh di bawah sebuah pohon besar. Memang hari itu sangatlah panas.

Ia mulai memankan sebuah melodi dari selembar daun untuk membunuh waktu. Ia bosan. Lagipula, untuk apa berputar-putar di tempat yang tidak Ia kenal sama sekali.

(timeline : setelah dari Valley)
Hari yang panas, amat panas.
Treavana kembali berjalan di Plaza, karena tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Hari ini gadis itu memakai payung untuk menghalau teriknya sinar matahari.
Mmm... siapa tahu aku bisa bertemu dengan orang baru disini..
pikirnya.

Kelinci peliharaannya, Sagu-chan, loncat kesana kemari, seakan hawa panas di siang hari itu tidaka ada pengaruhnya baginya. Tiba-tiba, ia mendengar seseorang memainkan melodi yang indah. Sagu-chan berlari sekencang-kencangnya ke sumber suara..
"Sa-sagu-chan!! tunggu!!"
seru Treavana sambil mengejar kelinci itu.

Ternyata, suara melodi itu berasal dari seorang pria yang memakai eyepatch. Melodi itu dimainkannya menggunakan daun. Langkah Treavana terhenti, memandangi pria itu.
"Waah.. ini pertama kalinya aku melihat seseorang memainkan melodi dengan daun.. Aku hanya pernah mendengar dari Kakek, bahwa melodi bisa dimainkan dengan selembar daun.."
gumamnya pelan.
Ia begitu kagum melihat permainan melodi pria itu sampai ia merasakan bahwa ada sesuatu yang bergerak secara aneh.
Sagu-chan menari-nari mengikuti melodi .
Dengan cepat Treavana menghentikan tarian si kelinci dengan menariknya agar tidak mengganggu lelaki berambut merah tersebut.

Berjalan cepat, Catriel melangkah dengan anggun, menghiraukan keramaian di sekelilingnya. Memang begitulah gerak-gerik mantan Rune Knight ini, elegan dan anggun. Kebiasaan lama memang susah hilangnya, ya. Terutama sifat dingin dan berhati-hatinya.

Ia tidak terlalu ingin berurusan dengan tempat yang ramai. Bukan hobinya berbaur dengan sekumpulan manusia di tempat yang panas seperti Plaza dan tengah kota.

Saat ia melangkah dengan cepat, mata scarletnya menangkap pergerakan sesosok gadis yang dikenalnya.
Treavana?
Ya, kalau tidak salah, nama gadis itu adalah Treavana.
Gadis yang ditemuinya terakhir kali di Hotspring bersama kelinci peliharaannya.

Ia menangkap melodi yang agak asing saat bergerak mendekati gadis itu.
Seorang pria dengan rambut kemerahan terlihat meniup seruling daun dengan santai di salah satu sudut Plaza.
Insting mengatakan padanya untuk berhati-hati, namun ia tetap melangkah, tertarik dengan aura laki-laki itu.

"Treavana...?" sapanya. "Apa kau kenal dengannya?" tanya Catriel sambil memperhatikan pria itu dengan mata memicing.

Nada demi nada dimainkan dengan sempurna oleh sang pemuda berambut merah. Sebelah matanya terlihat terpejam, menikmati melodi musik daun yang Ia mainkan. Di tengah rasa nyaman tersebut, seekor kelinci tiba-tiba mendekatinya. Wajahnya yang tenang berubah heran.

Mau apa makhluk ini kemari??

Tak lama, muncul seorang gadis berambut biru, sepertinya pemilik kelinci itu. Ia tetap duduk, tidak menyapa ataupun menghiraukan keberadaannya.

Waah.. ini pertama kalinya aku melihat seseorang memainkan melodi dengan daun.. Aku hanya pernah mendengar dari Kakek, bahwa melodi bisa dimainkan dengan selembar daun.

Orang ini... Sepertinya sedang sangat tidak ada kegiatan sampai-sampai hanya bisa menggangunya. Locke memandang gadis ini dengan sebelah mata hitam pekatnya dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Begitu...Sebaiknya kau mulai keluar dari duniamu yang sempit." katanya sambil mengulaskan senyum licik yang hanya sekejap. Kata-kata yang keluar dari mulutnya memang kerap membuat orang lain merasa jengkel, sering tidak ada sopan santunnya.

Lagi-lagi seseorang mendekatinya. Ia juga seorang gadis, sepertinya adalah seorang knight. Mata hitamnya yang sayu berubah tajam. Ia memang tidak pernah menyukai knight ataupun anggota kerajaan lainnya. Ia diam saja, sama sekali tidak memperkenalkan dirinya pada orang-orang tersebut. Identitas yang bocor hanya akan menyusahkan saja. Itulah prinsip seorang assassin yang selalu dipegangnya.

Treavana menengok ke arah suara yang menyapanya.

"Treavana...?"

"Apa kau kenal dengannya?"

"Apa kabar, Catriel-san. Aku.. belum mengenalnya. Apakah Catriel-san mengenalnya?"
tanya Treavana.
Ia merasa, bahwa hubungan kedua orang yang ada di depannya taka kan berlangsung dengan baik. Mereka berdua menatap tajam satu sama lain. Belum kenal, tapi sudah saling mencurigai. Treavana memilih untuk tidak mencurigai. Dalam hati kecilnya mengatakan untuk berhati-hati pada pria berambut merah tersebut.

"Begitu...Sebaiknya kau mulai keluar dari duniamu yang sempit."

"Maaf aku sudah mengganggumu.."
katanya, "Tapi aku kan sudah tidak ada di duniaku lagi.."
Gadis itu merasa bahwa pria yang dihadapannya mengucapkan kalimat yang kasar. Walau begitu, Treavana tidak berniat membalasnya dengan kasar pula. Ia tak suka memicu pertengkaran dengan orang lain. Namun kalimat yang keluar dari mulutnya justru menunjukan kebodohannya.

"Apa kabar, Catriel-san. Aku.. belum mengenalnya. Apakah Catriel-san mengenalnya?"

"Tidak," katanya, tanpa melepaskan pandangannya dari si pria yang balik menatapnya tajam.

Ada yang aneh dengan pria itu. Mungkin gerak-geriknya?
Lagipula apa-apaan dengan sikap waspadanya saat Catriel datang? Apa ia langsung tahu bahwa dirinya adalah seorang Rune Knight hanya dari gerak-geriknya saja? Demi para dewa, Catriel tidak mengenakan armor di End Earth!

Tapi mungkin memang, ya. Gerak-gerik wanita yang satu ini memang terkesan terlalu elegan. Gerak-gerik orang yang sudah terbiasa berjalan mondar-mandir di lingkungan istana.

Tidak menanggapi omongan kasanya pada Treavana, Catriel hanya menonton mereka berbicara satu sama lain.
Sampai akhirnya Treavana mengucapkan kata-kata yang terdengar lucu bagi Catriel.

"Tapi aku kan sudah tidak ada di duniaku lagi.."

Ia menatap Treavana dengan bingung bercampur geli. Apakah Treavana sengaja? Atau ia memang tidak mengerti maksud ledekan pria itu?
"Treavana... Kurasa bukan itu maksudnya," ujarnya sambil menghela nafas dan memejamkan mata. "Dan kau," tambahnya, melempar pandangan tajam pada si pria. "Aku tidak mengerti mengapa ada orang yang mempertahankan cara berbicara yang vulgar dan kasar macam itu. Terutama dengan orang yang baru saja dikenal..."

Tapi aku kan sudah tidak ada di duniaku lagi.

Melihat reaksi gadis itu, Locke hanya terdiam, tidak peduli tentang perasaan gadis itu. Memang sejak dulu Ia mempunyai kebiasaan buruk, kata-katanya yang tidak bisa di rem sedikit. Terlalu blak-blakan dalam berkata sesuatu sehingga terkesan kasar.

Lalu Ia memandang gadis yang satu lagi. Memang gerak geriknya terlihat sekali seperti seorang knight, anggun dan terkesan sombong. Dan itulah yang paling tidak disukainya, orang-orang kerajaan, orang-orang munafik yang berlagak melindungi rakyatnya namun kenyataannya sama sekali tidak memikirkan kesejahteraan rakyatnya.

Aku tidak mengerti mengapa ada orang yang mempertahankan cara berbicara yang vulgar dan kasar macam itu. Terutama dengan orang yang baru saja dikenal...

Locke memalingkan wajahnya dengan malas, knight memang selalu begitu, suka ikut campur dengan urusan orang lain. Ia menatap gadis knight itu dengan sebelah mata hitamnya, dingin.
"Kau yang seharusnya bercermin. Sebelum menghardik orang seperti itu bukankah seharusnya orang tersebut menyebutkan siapa dia terlebih dahulu. Kukir kau adalah knight yang terhormat, ternyata...Huh..." katanya sinis.

"Treavana... Kurasa bukan itu maksudnya,"

Perkataan Catriel menyadarkan bahwa ia telah berkata bodoh. Awalnya ia hanya meresponnya dengan mengangguk, tapi ia sadar, bahwa hal itu bisa menyulut seseorang menjadi kesal. Buru-buru ia melihat pria tersebut. Ia panik bila pria itu justru marah, kebalikan dari yang diharapkannya. Ternyata pria itu terdiam mendengarkan ucapan bodoh Treavana.
Syukurlah..
Setidaknya aku tidak menyulut kemarahan atau perselisihan.
pikirnya.

Mereka semua terdiam. Dalam hatinya, ia merasa lega karena pria berambut merah itu berhenti mengucapkan kata-kata yang tergolong kasar. Ia melihat, Catriel masih memandanginya dengan tatapan tajam. Treavana tak ambil pusing soal itu, ia tak mau mencurigainya walaupun di dalam hatinya, ia merasa bahwa ia harus berhati-hati terhadap pria itu..

"Kau yang seharusnya bercermin. Sebelum menghardik orang seperti itu bukankah seharusnya orang tersebut menyebutkan siapa dia terlebih dahulu. Kukir kau adalah knight yang terhormat, ternyata...Huh..."

Ternyata pria itu belum berhenti mengucapkan kata-kata kasarnya. Catriel memang mengatakan hal yang kurang mengenakan, tapi kata-kata si pria terlalu kasar dan sampai menyangkut profesi. itu masalah yang cukup sensitif.
"Maaf aku menyela. Tapi, menurutku ucapanmu terlalu kasar. Apa untungnya bagimu berkata seperti itu?"
tanya Treavana pada pria itu dengan heran. Ia tak mengerti jalan pikirannya, yang pasti hanyalah ia berkata-kata untuk menyakiti lawan bicaranya.

Namun mendadak Treavana melakukan hal bodoh.
Ia membuka tasnya, mencari-cari sesuatu. Dikeluarkannya benda itu dan menyodorkannya benda itu sambil berkata,
"Ini silahkan dipakai. Untuk bercermin, bukan?"
Ia menyodorkan cermin. Ternyata sebagian kalimat yang diucapakan pria itu ditelannya mentah-mentah.
Mereka semua terdiam.
Dengan segera, ia kembali menyadari hal bodoh yang baru saja ia lakuakan.
"Ah... Err... Nama aku.. Treavana."
katanya tiba-tiba memperkenalkan diri, agar mereka tertuju pada pengenalan dirinya, bukan perkataan bodohnya. Walau begitu, tangannya masih menyodorkan cermin. Sagu-chan hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

Locke memutar matanya, tanda lelah menghadapi gadis yang memelihara kelinci itu. Sepertinya ia sama sekali tidak mengerti maksud ucapannya kepada si gadis knight. Ia memandang sang gadis kelinci, sepertinya Ia menganggap Locke sebagai oran yang patut dijauhi. Namun tidak masalah baginya, Ia sudah terbiasa dengan hal itu.

Maaf aku menyela. Tapi, menurutku ucapanmu terlalu kasar. Apa untungnya bagimu berkata seperti itu

Locke tertawa sinis. Lagi-lagi menurutnya gadis ini benar-benar bodoh.
"Aku hanya mengucapkan apa yang ada di benakku." katanya cuek. Baisanya, orang-orang yang pertama kali menemui Locke akan merasa tersindir dan menjauhinya, namun berbeda dengan dua orang ini. Ia hanya bisa diam dan mendengarkan kata-kata yang dianggap 'ocehan' dari dua gadis di sampingnya.

Ah... Err... Nama aku.. Treavana

Ada apa orang ini tiba-tiba memperkenalkan diri? Locke bingung akan gadis yang satu ini. Sekarang mau tidak mau Ia juga harus memperkenalkan siapa dirinya.
"Well...Karena sepertinya orang yang baik padaku disini hanya kau...Panggil saja aku Locke." katanya cuek.

Lalu Ia berdiri, teringat akan pertanyaannya yang sejak tadi sudah dipikirkan olehnya.
"Omong-omong, tempat apa ini?" tanyanya pada gadis bernama Treavana itu.

Catriel makin bingung saat Treavana menyodorkan cermin kepada pria di hadapannya itu.
Entah Treavana bermaksud baik atau mengejek... Catriel hanya diam memandangi cermin itu, si pria, dan Treavana secara bergantian.

"Omong-omong, tempat apa ini?"

Oke, respect down skeali lagi.
Orang ini baru saja tiba di End Earth rupanya.
Baru tiba saja gelagat dan bicaranya sudah seperti itu, bagaiman setelah tinggal lama?
Catriel benar-benar tidak suka berurusan dengan orang-orang yang menurutnya tidak punya etika dan tata krama. Tapi tentu saja, ia tidak pernah mengatakan hal itu.

Tidak berniat untuk mengganggu pembicaraan lebih lanjut, ia diam saja dan mengamati mereka.
Kakinya sudah tidak sabar untuk diayunkan pergi dari tempat ini. Namun karena khawatir meninggalkan Treavana yang polos bersama lelaki bernama Locke ini, ia tetap berdiri di tempatnya, mengawasi keadaan.

Sadar bahwa tangannya masih menyodorkan cermin, dengan terburu-buru Treavana memasukan benda itu ke dalam tasnya. Ia mendengar jawaban yang diberikan pemuda itu.

"Aku hanya mengucapkan apa yang ada di benakku."

Ternyata pria ini memang tidak bisa mengucapkan kata-kata secara baik..
Ya sudah, tak apa.
pikir Treavana simpatik.
Ia berpikir, bahwa Locke memang tidak bisa mengutarakan kata-kata dengan halus padahal ternyata hal itu tak sepolos yang ia kira.

"Omong-omong, tempat apa ini?"

Wah.. aku bertemu dengan orang baru..
Treavana melepaskan Sagu-chan dari gendongannya.
"Tempat ini bernama End Earth.. Hal yang membuatmu berada disini.. mmm.. sulit untuk kujelaskan."
katanya menjawab pertanyaan orang yang bernama Locke itu.
"dan mungkin sulit bagimu untuk mendengar kenyataan yang sebenarnya terjadi.."
Sementara Sagu-chan berjalan, berputar-putar tanpa arah lalu tersenyum innocent ke arah Catriel. Tanpa maksud yang jelas pula.
"Tapi yang pasti penduduk disini semuanya baik"
lanjutnya sambil tersenyum.

Locke masih tetap memandang sinis wanita yang Ia yakin adalah knight itu. Wanita itu juga sepertinya tidak menyukainya. Namun Ia sudah terbiasa diperlakukan seperti itu. Memang seorang assassin tidak butuh seorang teman, mereka hanya dan selalu bekerja sendiri, selalu sendiri.

Ia juga merasa bahwa wanita itu menganggapnya berbahaya. Lagi-lagi Ia tidak peduli akan hal seperti itu. Sudah sekian lama Ia di cap sebagai mercenary nomor 1 di kehidupan sebelumnya, tidak heran wanita itu juga menganggapnya demikian.

Tempat ini bernama End Earth.. Hal yang membuatmu berada disini.. mmm.. sulit untuk kujelaskan."
"dan mungkin sulit bagimu untuk mendengar kenyataan yang sebenarnya terjadi..

End earth? Tempat apa lagi ini? Locke menjadi semakin bingung mendengar apa yang dikatakan treavena. Tiba-tiba, Ia sesuatu yang tidak mengenakkan merambat ke benaknya.

"Aku...Telah mati, bukan?" tanya Locke dengan ekspresi wajah serius.
"Jawab. Dengan jujur." Ia teringat bahwa memori terakhir yang diingatnya adalah saat Ia dijatuhkan ke laut dengan pemberat di kakinya. Tidak mungkin Ia bisa selamat.

Walaupun hal yang pahit bila mengatakan sebenarnya apa yang terjadi sehingga Locke bisa berada di End Earth, Treavana mengatakannya. Apalagi bila Locke sudah menanyakan hal itu padanya.

Aku...Telah mati, bukan?"

"Ya.. Kau benar-benar sudah mati. Tapi sekarang dalah kesempatan kedua untuk hidup."
katanya.
Kali ini Treavana tak dapat tersenyum polos seperti biasa. Orang yang mengetahui bahwa dirinya telah mati itu adalah salah satu guncangan yang berat bagi diri mereka, atau justru mereka mengharapkan kematian itu. Ia menelan ludahnya. karena sebelum ini ia bertemu dengan orang-orang yang masih baru di End Earth tapi mereka tampaknya sudah mengerti keadaan mereka dan sudah menerima kematian mereka. Namun kali ini ia dihadapkan dengan orang yang baru mengerti kondisi yang terjadi pada orang tersebut. Bagaimana orang ini akan menanggapinya?

Ia mengangkat satu alisnya saat kelinci peliharaan Treavanna menoleh dan menatapnya. Mulutnya yang berbentuk seperti huruf 'w' menyeringai lebar, membentuk sebuah seringai tolol yang membuat Catriel harus berusaha menahan tawa.

"Ya.. Kau benar-benar sudah mati. Tapi sekarang dalah kesempatan kedua untuk hidup."

Catriel menelengkan kepalanya, mendesah dalam hati.
Tampaknya Treavanna mencoba menjelaskan keadaan orang-orang yang sudah mati secara gamblang dan lembut; hal yang menurut Catriel tidak diperlukan.

Merasa bosan karena sepertinya pembicaraan ini tidak akan menuju kemanapun, akhirnya ia pun menyuarakan pendapatnya.
"Kau sudah mati di dunia sana dan kau hidup di sini. Ini bukanlah kebohongan. Buktinya, kau mampu merasakan semua inderamu, bukan?"